Ketika melihat foto-foto kuno dari abad ke-19 hingga awal abad ke-20, kita sering menemukan wajah-wajah dengan ekspresi serius, kaku, bahkan terkesan muram. Sangat jarang terlihat orang tersenyum lebar seperti pada foto-foto masa kini. Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik: mengapa orang di masa lalu jarang tersenyum dalam foto? Dan kapan senyum mulai menjadi ekspresi umum dalam dunia fotografi?
1. Fotografi Awal dan Proses yang Rumit
Pada abad ke-19, teknologi fotografi masih sangat baru. Kamera menggunakan metode daguerreotype atau wet plate collodion yang membutuhkan waktu pencahayaan sangat lama, bisa antara 30 detik hingga beberapa menit.
Membayangkan tersenyum selama itu tentu tidak mudah rahang bisa pegal, bibir bisa kaku, dan hasilnya justru tampak aneh. Karena itulah, kebanyakan orang memilih ekspresi wajah netral atau serius agar lebih mudah dipertahankan sepanjang proses pemotretan.
2. Tradisi Potret Serius yang Dipengaruhi Lukisan
Sebelum ada fotografi, orang kaya atau bangsawan biasa mengabadikan dirinya melalui lukisan potret. Dalam tradisi seni lukis Eropa, ekspresi serius dianggap lebih anggun, berwibawa, dan berkesan abadi.
Saat fotografi muncul, kebiasaan itu terbawa. Orang memandang foto sebagai sesuatu yang sangat berharga bahkan bisa jadi satu-satunya kenangan visual sepanjang hidup. Karena itu, mereka ingin tampil seanggun mungkin, bukan dengan senyum lebar yang mungkin dianggap remeh atau kurang pantas.
3. Masalah Gigi dan Estetika
Senyum memperlihatkan gigi, sementara di masa lalu kesehatan gigi jauh dari standar modern. Banyak orang kehilangan gigi, memiliki gigi kuning, atau berlubang sejak muda. Menunjukkan senyum lebar dianggap memalukan atau tidak sopan, sehingga mereka memilih ekspresi tertutup.
4. Simbol Status Sosial dan Keseriusan
Pada abad ke-19, fotografi bukan hal murah. Hanya kalangan tertentu yang mampu membayar jasa fotografer profesional. Foto menjadi simbol status sosial yang serius seperti lambang kedudukan atau identitas keluarga. Karena itu, ekspresi formal lebih dihargai daripada senyum yang dianggap tidak resmi.
5. Perubahan Zaman: Munculnya Senyum di Foto
Perubahan mulai terjadi pada awal abad ke-20. Beberapa faktor yang memengaruhi antara lain:
- Teknologi kamera semakin cepat: Proses pencahayaan menjadi singkat, cukup sepersekian detik, sehingga orang lebih leluasa menampilkan ekspresi alami.
- Kebudayaan populer: Iklan, majalah, dan film Hollywood memperkenalkan senyum sebagai simbol kebahagiaan dan daya tarik. Aktris dan aktor tersenyum di depan kamera, menjadi tren yang ditiru masyarakat.
- Perubahan pandangan sosial: Foto tidak lagi sekadar benda formal, melainkan media kenangan keluarga, momen pernikahan, atau perjalanan. Senyum dianggap lebih hangat dan menyenangkan untuk dikenang.
6. Senyum sebagai Norma Modern
Pada pertengahan abad ke-20, terutama setelah era kamera Kodak yang praktis dan murah, senyum menjadi norma baru dalam fotografi. Iklan-iklan bahkan mendorong orang untuk “Say Cheese!” ketika difoto. Sejak saat itu, tersenyum dalam foto dianggap tanda kebahagiaan, keramahan, dan keaslian.
Kini, senyum di foto seolah menjadi kewajiban. Meski begitu, foto-foto kuno dengan ekspresi serius tetap memiliki daya tarik tersendiri, menghadirkan kesan misterius dan elegan yang tidak dimiliki oleh foto modern.
Kesimpulan
Senyum dalam foto ternyata bukan sesuatu yang otomatis ada sejak awal sejarah fotografi. Ia lahir dari kombinasi antara perkembangan teknologi, perubahan budaya, dan pergeseran pandangan sosial. Jika foto kuno identik dengan ekspresi serius, maka foto modern justru identik dengan senyum ceria.
Dari ekspresi kaku menjadi tawa yang abadi, perjalanan senyum dalam fotografi menunjukkan bahwa setiap gambar bukan hanya sekadar wajah, melainkan juga cermin perubahan zaman.